Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan
nasional Indonesia dikembangkan berdasarkan wawasan nasional secara
universal sehingga dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan
geopolitik yang dipakai negara Indonesia.
1. Paham kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut
paham tentang perang dan damai berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta
damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan
nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu
kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan
ekspansionisme.
2.Geopolitik Indonesia
Indonesia menganut paham negara kepulauan berdasar ARCHIPELAGO CONCEPT
yaitu laut sebagai penghubung daratan sehingga wilayah negara menjadi
satu kesatuan yang utuh sebagai Tanah Air dan ini disebut negara
kepulauan.
Dasar pemikiran wawasan nasional Indonesia
Bangsa Indonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari
kondisi nyata. Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan
dari bangsa Indonesia yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan
kesejarahan Indonesia.
Untuk itu pembahasan latar belakang filosofi sebagai dasar pemikiran
dan pembinaan nasional Indonesia ditinjau dari :
1. Pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
Wawasan nasional merupakan pancaran dari Pancasila oleh karena itu
menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan dengan tidak
menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari kebhinekaan unsur-unsur
pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis dan golongan).
2.Pemikiran berdasarkan aspek kewilayahan
Dalam kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu fenomena yang
mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik fungsi maupun pengaruhnya
terhadap sikap dan tata laku negara ybs.
Wilayah Indonesia pada saat merdeka masih berlaku peraturan tentang
wilayah teritorial yang dibuat oleh Belanda yaitu “Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie 1939” (TZMKO 1939), dimana lebar laut
wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah
masing-masing pulau Indonesia.
TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab wilayah
Indonesia menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957
pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
a.
Segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau
yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia.
b.
Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapal-kapal asing
dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia.
c.
Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara
Indonesia.
Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari
pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat
penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini
berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas
daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati
oleh PBB tahun 1982.
Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona
laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
a. Zona Laut Teritorial
Batas
laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis
dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai
suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka
garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang
terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut
teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut
internal/perairan dalam (laut nusantara). Garis dasar adalah garis
khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut
teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas
damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda
kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen
Landas
kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi
merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya
kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan
kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun
batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling
jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di
atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh
dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan
untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan
kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman
tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
pada tanggal 17 Febuari 1969.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah
laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif
ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber
daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan
pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai
dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen,
dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga
saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan
titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai
batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept
negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United
Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum
Laut.
Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak
16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga
menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi
kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.
Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan
dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam
memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan
ekonomi dan pertahanan keamanan.
3. Pemikiran berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Budaya/kebudayaan secara etimologis adalah segala sesuatu yang
dihasilkan oleh kekuatan budi manusia. Kebudayaan diungkapkan sebagai
cita, rasa dan karsa (budi, perasaan, dan kehendak).
Sosial budaya adalah faktor dinamik masyarakat yang terbentuk oleh
keseluruhan pola tingkah laku lahir batin yang memungkinkan hubungan
sosial diantara anggota-anggotanya.
Secara universal kebudayaan masyarakat yang heterogen mempunyai unsur-unsur yang sama :
- sistem religi dan upacara keagamaan
- sistem masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
- sistem pengetahuan
- bahasa
- keserasian
- sistem mata pencaharian
- sistem teknologi dan peralatan
Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan merupakan warisan yang bersifat
memaksa bagi masyarakat ybs, artinya setiap generasi yang lahir dari
suatu masyarakat dengan serta merta mewarisi norma-norma budaya dari
generasi sebelumnya. Warisan budaya diterima secara emosional dan
bersifat mengikat ke dalam (Cohesivness) sehingga menjadi sangat sensitif.
Berdasar ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi
geografi, masyarakat Indonesia sangat heterogen dan unik sehingga
mengandung potensi konflik yang sangat besar, terlebih kesadaran
nasional masyarakat yang relatif rendah sejalan dengan terbatasnya
masyarakat terdidik.
Besarnya potensi antar golongan di masyarakat yang setiap saat membuka
peluang terjadinya disintegrasi bangsa semakin mendorong perlunya
dilakukan proses sosial yang akomodatif. Proses sosial tersebut
mengharuskan setiap kelompok masyarakat budaya untuk saling membuka
diri, memahami eksistensi budaya masing-masing serta mau menerima dan
memberi.
Proses sosial dalam upaya menjaga persatuan nasional sangat membutuhkan
kesamaan persepsi atau kesatuan cara pandang diantara segenap
masyarakat tentang eksistensi budaya yang sangat beragam namun memiliki
semangat untuk membina kehidupan bersama secara harmonis.
4. Pemikiran berdasarkan Aspek Kesejarahan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-cita pada umumnya tumbuh dan
berkembang akibat latar belakang sejarah. Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit landasannya adalah mewujudkan kesatuan wilayah, meskipun belum
timbul rasa kebangsaan namun sudah timbul semangat bernegara.
Kaidah-kaidah negara modern belum ada seperti rumusan falsafah negara,
konsepsi cara pandang dsb. Yang ada berupa slogan-slogan seperti yang
ditulis oleh Mpu Tantular yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Penjajahan disamping menimbulkan penderitaan juga menumbuhkan semangat
untuk merdeka yang merupakan awal semangat kebangsaan yang diwadahi
Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928)
Wawasan Nasional Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang
menginginkan tidak terulangnya lagi perpecahan dalam lingkungan bangsa
yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai hasil kesepakatan
bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.