Utilitarianisme
adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu
tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility),
biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi
penderitaan. "Utilitarianisme" berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna,
bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut
sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).
Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy
Bentham dan muridnya, John Stuart
Mill. Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat
bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya,
yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.
Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna,
berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori
tujuan perbuatan.
Di Indonesia tampaknya masalah
penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan
digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn
atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari
pemerintah pun belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990) adalah serupa.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :
- Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
- Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
- Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga
pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Dari pengelompokan tersebut Cavanagh
(1990) memberikan cara menjawab permasalahan etika dengan merangkum dalam 3
bentuk pertanyaan sederhana yakni :
- Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
- Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
- Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen. Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :
- Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
- Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
- Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
- Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika
perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam
etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni
dengan cara :
- Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
- Memperkuat sistem pengawasan
- Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Ketentuan tersebut seharusnya
diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh para pemegang saham, sebagaimana
dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE ( antara lain PT. TELKOM dan
PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang
sangat ketat sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan
dengan maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :
- Treat others as you would like them to treat you
- An action is morally wrong for a person if that person uses others, merely as means for advancing his own interests.